Sabtu, 20 Juni 2015

Belum Kenal Hamas? Kenalan Yuk!

"Hamas adalah ruh baru umat abad ini." (Ustadz Aang Suandi, Direktur World Assembly of Muslim Youth (WAMY) Indonesia Office)

Belakangan ini banyak pertanyaan yang muncul di khalayak ramai seputar Hamas, sebuah akronim dari “Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyah”. Belum lama ini beredar sebuah pernyataan seorang tokoh dan budayawan muslim di Indonesia yang menyatakan bahwa Hamas adalah buatan Israel, atau sebuah konspirasi buatan Amerika yang ujung-ujungnya adalah permainan belaka. Apakah benar begitu?

Alhamdulillah, syukurnya, sekarang masyarakat Indonesia sudah makin dewasa menyikapi segala informasi media yang ada. Dulu, seperti ungkap Ustadz Adian Husaini, media-media negeri ini kerap menamakan kelompok pejuang ini dengan sebutan “ekstremis” atau “kaum fundamentalis”. Hari ini telah berbeda, bahkan salah satu stasiun televisi mengungkap dengan jujur dan meliput keadaan Palestina secara berkala, dengan mengirimkan salah satu reporter terbaiknya ke Gaza, dan menggelari Hamas sebagai pejuang Palestina penentang tirani.  Hebat!

Tapi tidak ada salahnya kita mengenal lebih jauh siapa itu Hamas, hitung-hitung sebagai respons pernyataan tokoh yang berpendapat bahwa Hamas adalah mainan Israel. Agar kelak kita tak sekadar tahu nama namun tak tahu dari mana asal muasal informasinya. Juga mestinya beginilah kita, sebagai muslim, tidak selayaknya kita hanya memahami kulit tanpa memahami isi dan kandungan sebuah berita, agar kita makin bijaksana menilai dunia.

Hamas Lahir dari Nurani Palestina

Hamas, seperti di awal tadi, adalah akronim dari “Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyah” yang dalam bahasa Indonesia bisa kita artikan sebagai “Gerakan Perjuangan Islam”. Gerakan ini lahir melalui proses yang sangat panjang, bertahap, dan berliku. Itulah mengapa para anggota Hamas benar-benar memahami keadaan Palestina beserta apa yang tersimpan dalam hati nurani rakyatnya, apa itu? Kembali ke pangkuan Islam, hanya Islam jawabannya. Bukan yang lain.

Jauh sebelum bernama Hamas, jika kita menelusuri akar sejarahnya, kita akan menemukan sebuah nama yang begitu membumi di dunia Islam, yaitu Imam Hasan Al-Banna, seorang pejuang, mujahid, sekaligus pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Ketika Ikhwanul Muslimin berdiri, kondisi Palestina tidaklah sedang dalam keadaan damai. Zionis Israel mulai berdatangan dari seluruh penjuru dan membangun pemukiman baru dengan cara mengusir penduduk asli Palestina dai negerinya sendiri. Ketika Palestina jatuh ke tangan Zionis, Hasan Al-Banna mengutus saudaranya, Abdurrahman Al-Banna dan Muhammad As’ad untuk berkunjung ke Palestina dan merumuskan kemungkinan apa saja yang bisa dilakukan muslimin Mesir untuk membantu Palestina yang tertindas, saat itu tahun 1935.

Kemudian tahun 1936, Hasan Al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya mendirikan cabang di Haifa, salah satu kota penting di Palestina, lalu berlanjut di Gaza. Dari situlah kemudian menyebar cabang-cabang Ikhwanul Muslimin yang membangkitkan semangat umat Islam di Palestina. Pada tahun 1948 ketika Israel resmi menjadi negeri penjajah di Palestina, Ikhwanul Muslimin juga telah resmi mempunyai 25 cabang di Palestina, setiap cabangnya terdiri dari 12 sampai 20 ribu massa.

Ikhwanul Muslimin dan Perang Arab-Israel

Ketika perang Arab-Israel tahun 1948 meletus, Ikhwanul Muslimin tidak tinggal diam. Di bawah instruksi Hasan Al-Banna, 10 ribu sukarelawan Ikhwanul Muslimin berangkat menyambut seruan jihad melawan kekejaman Zionis Israel, membersamai pasukan Mesir kala itu. Tidak hanya di Mesir, Ikhwan Iraq, Suriah, dan Yordania pun menggerakkan massanya untuk menghadapi Zionis Israel yang di era itu telah mendapat suplai senjata tercanggih dari Amerika dan Inggris.

Naasnya, situasi di Mesir kala itu sangat tidak menguntungkan bagi Ikhwanul Muslimin. Ketulusan mereka berjuang dianggap sebagai upaya makar pada pemerintah. Akhirnya, perdana menteri Mesir, Muhammad Fahmi Narqasyi berupaya membekukan gerakan Ikhwanul Muslimin, mengambil semua aset-asetnya, memenjarakan tokoh-tokohnya, dan menyita semua kekayaan organisasinya.  Pada bulan Desember 1948, Narqasyi diculik penjahat misterius dan dibunuh, dan orang-orang Ikhwan dituduh sebagai pelakunya. Sehingga “ketika jenazah Naqrasyi diusung, para pendukungnya berteriak, ‘kepala Narqasyi harus dibayar dengan kepala Hasan Al-Banna!’”, tulis Tiar Anwar Bahtiar dalam bukunya ‘Hamas, Kenapa Dibenci Israel?’.

Fitnah itu berujung pada syahidnya Hasan Al-Banna pada tanggal 22 Februari 1949, beliau syahid dibunuh oleh penjahat yang hingga kini tak diketahui rimbanya.

Namun walaupun Ikhwanul Muslimin di Mesir dibekukan, tidak sama halnya dengan di Palestina. Para aktivis dakwah di sana mengganti nama mereka menjadi “Jam’iyyah At-Tauhid”. Melalui wadah baru ini, aktivis Ikhwan di Palestina melakukan serangkaian kegiatan yang bertujuan mengembalikan semangat rakyat Palestina pada ruh Islam, bukan lagi bersembunyi di bawah ketakutan dan ketidakpastian.  Program-program Jam’iyyah At-Tauhid bukan hanya perang saja. Lebih utama dari itu, mereka melakukan gerakan dakwah, ekonomi, sekolah, budaya dan segala agenda kemasyarakatan yang membumi.

Gerakan Sosial dan Dakwah Oleh Kader Terbaik

Pada tahun 1970, setelah melalui masa yang panjang dalam perjuangan membangun generasi islami di Palestina sekaligus membendung serangan Zionis Israel, Ikhwanul Muslimin di Palestina terlihat mulai banyak kader-kader mudanya yang belajar ke universitas-universitas terkemuka. Mereka, selain memiliki semangat keislaman yang tangguh, juga dilengkapi dengan keahlian-keahlian yang tepat untuk membangun Palestina secara mandiri.

Di antaranya, ada yang menjadi dokter, insinyur, ilmuwan berbagai disiplin ilmu, dan arsitek. Mereka semua merantau di negeri-negeri yang jauh, lalu kembali ke Gaza dan mendirikan Universitas Islam Gaza pada tahun 1978, sebuah pencapaian ilmiah yang pesat di masa-masa keras penjajahan Israel.

Era berperang dengan senjata telah beralih ke mode perjuangan yang baru. Dengan kader-kader cerdas yang shalih sekaligus profesional, Ikhwanul Muslimin Palestina mulai melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan besar yang sifatnya membangun kepedulian sosial, membangun sekolah-sekolah islam, masjid-masjid, ma’had tempat menghafal Quran dan tak lupa barak pelatihan Militer.

Berawal dari berkuasanya kader dakwah Palestina di setiap sektor kehidupan rakyat, maka Ikhwanul Muslimin cabang Palestina akhirnya merancang sebuah gerakan multitalenta, yang bergerak di semua aspek kehidupan umat di Palestina, mulai dari belajar hingga bernegara, mulai dari sosial sampai sayap militer.

Syaikh Ahmad Yasin, Pelita Baru Palestina 

Gaza, semenanjung itu dalam keadaan porak poranda. Bukan sekadar hancur bangunan dan segala yang berdiri di di atasnya, namun jauh lebih perih dari itu adalah kehancuran akhlaq masyarakat Palestina. Setelah melalui berbagai percobaan gaya perjuangan, setelah berbagai cara melawan mereka lakukan, harapan mereka bukannya menjadi kenyataan malah menjadi pupus.

Membawa idealisme kebangsaan, mereka dikhianati. Membawa idealisme nasionalisme, mereka semakin tak diberi tempat. Membawa pemahaman persatuan Arab, mereka malah kehilangan Al-Aqsha. Di saat-saat perjuangan itu seperti hanya bermimpi dan tak pernah tertuai hasilnya, dari ujung Gaza terbitlah harapan baru. Seorang pejuang sejati yang lahir dari rahim wanita pejuang juga, dari tanah pejuang, dengan membawa kobaran api perjuangan.

Ia seorang pemuda sederhana, dididik kesederhanaan dan besar dalam pahit getir perjuangan. Namanya Ahmad Yasin. Sebuah kecelakaan membuat beliau lumpuh kedua kakinya dan kehilangan penglihatannya yang sehat. Namun Allah menakdirkan sebuah gerakan besar akan datang dari semangat dan perjuangannya. Syaikh Ahmad Yasin, pelita baru Palestina, beliaulah yang merintis berdirinya Hamas, 18 November 1987.

Lewat orasi dan ceramahnya, Syaikh Ahmad Yasin mengumandangkan gerakan kembali kepada Al-Quran ke seluruh lapisan masyarakat Palestina khususnya di Gaza. Pantai-pantai Gaza yang tadinya diisi dengan wisatawan yang bermuat maksiat berubah menjadi tempat publik yang dihiasi dengan semangat islami. Rumah-rumah judi yang tadinya marak, perlahan tapi pasti berbenah dan berubah menjadi sekolah-sekolah tahfizh yang melahirkan 3000 penghafal Qur’an setiap tahunnya. Ahmad Yasin, dengan Al-Quran, beliau mengubah Gaza jadi sepotong Surga.

Hamas yang beliau pimpin bekerja dengan arahan beliau, siang dan malam membangun kembali Gaza dan membina generasi muda di sana dengan pendidikan yang intensif. Hamas berkarya dalam bidang pendidikan, mendirikan sekolah-sekolah yang puncaknya adalah terbangunnya Universitas Islam Gaza, yang seluruh dosennya adalah putra-putri Gaza yang hebat.

Dari segi sosial, Syaikh Ahmad Yasin mengumandangkan gerakan memboikot produk Israel dan meningkatkan kemandirian masyarakat dengan membangun koperasi dan badan usaha sendiri yang bisa mencukupi kebutuhan masyarakat sekaligus berswasembada. Di era beliau hingga kini Gaza merupakan eksportir Strawberi yang cukup menghasilkan keuntungan yang besar.

Intifadhah, Kebangkitan Palestina, dan Kemenangan Hamas

Perlakuan Israel semakin menjadi-jadi. Memasuki tahun 1980 mereka makin menancapkan pengaruhnya di tanah Palestina. Membantai, membunuh, menghancurkan bangunan dan memenjarakan anak-anak menjadi prinsip hidup mereka. Klimaksnya adalah ketika seorang supir truk Yahudi membawa truknya dengan serampangan, lalu dengan tiba-tiba ia menyengaja membunuh anak Palestina dengan cara menabraknya.

Setelah menabraknya, ia malah tak mau bertanggung jawab dan terus saja melaju. Peristiwa ini sontak membuat marah rakyat Palestina sehingga meletuslah gerakan perlawanan Intifadhah. Di sini terletak sebuah ciri khas khusus, yaitu Intifadhah ini dilakukan oleh anak-anak kecil dan remaja yang melontar batu pada tank dan senjata canggih Zionis, seperti Nabi Daud melawan Jalut, seperti itulah gambaran gerakan perlawanan ini. Terilhami dari Al-Quran, masyarakat Palestina melawan ketidakadilan, kemudian menginspirasi dunia.

Hamas memenangkan hati rakyat, seiring dengan perlawanan yang terus dilakukan masyarakat Palestina atas inspirasi dari Syaikh Ahmad Yasin, dan segala karya Hamas yang meningkatkan kesadaran pendidikan masyarakat Gaza, membuat Hamas menjadi pemenang pemilu di Palestina dengan total suara sebesar 60%, mengalahkan partai Fatah yang berhaluan nasionalisme kebangsaan.

Setelah Syaikh Ahmad Yasin syahid oleh tembakan helikopter Apache Israel, disusul dengan syahidnya pemimpin Hamas kedua, Dr. Abdul Aziz Ar-Rantissi juga karena tembakan roket Apache, hari ini Hamas dipimpin oleh seorang Pejuang bernama Khalid Meshaal, yang membawa Hamas menjadi gerakan yang bukan lagi sekadar ancaman bagi Israel, tapi telah menjadi saingan paling kuat Israel dan kekuatan paling berpengaruh untuk menghentikan pengaruh Israel di Timur Tengah.

Hamas Itu Pejuang, Bukan Teroris

Sudah mengenal Hamas? Bukan saatnya lagi kita memanggil Hamas dengan sebutan teroris, itu adalah sebuah tuduhan yang sangat keliru. Justru Hamas dengan inspirasinya telah melahirkan sebuah bangsa dan generasi baru yang tidak takut pada kezaliman, berani menerbitkan kebenaran, dan teguh membela harga diri. Hamas telah mencontohkan pada dunia bagaimana hidup yang sejati.

Tidak mungkin Israel menciptakan sendiri gerakan yang akan mengancam keberadaannya, mustahil Yahudi yang membuat gerakan yang malah menjadi musuh terbesarnya. Hamas lahir dari nurani yang kuat, semangat yang membara, dan keteguhan yang kokoh.

Itulah mengapa namanya Hamas, yang bermakna “semangat!”


Sumber: 
  • Artikel asli dakwatuna.com, dengan sedikit editing untuk penyesuaian, 
  • serta dari beberapa sumber lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar