Minggu, 20 Januari 2019

Memperkenalkan Buku dan Aktivitas Membaca Kepada Anak


Saya berupaya konsisten membaca buku kurang lebih 10 tahun belakangan ini dan sejak saat itu saya merasa bahwa tidak ada tempat paling menarik dan paling asyik untuk di kunjungi selain daripada perpustakaan dan toko-toko buku. 

Saya merasakan betul manfaat konsisten membaca buku. Dan, saat ini anak kami yang baru berusia 2 tahun, telah kami perkenalkan dengan buku-buku. Kami bacakan buku-buku cerita untuknya, kami biarkan ia bermain dan mengacak-acak buku-buku di rumah meskipun ibunya mulai kerepotan membereskan buku-buku yang berantakan olehnya.

Di usianya yang baru menginjak 2 tahun, ia belum bisa kami ajak untuk berkunjung ke perpustakaan umum. Sebagai gantinya, sekali waktu kami ajak ia ke toko buku. Meskipun hanya sekedar jalan-jalan dan melihat-lihat, itu akan memperbanyak interaksinya dengan buku-buku, sehingga kelak ia akan familiar dengan buku-buku.

Kita hidup di negara berkembang dengan budaya literasi baca yang dapat kita katakan masih rendah. Sehingga mendesak sekali untuk kita lakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan budaya literasi kita. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan untuk mendorong budaya literasi masyarakat kita adalah dengan mulai memperkenalkan literasi kepada keluarga kita masing-masing. Misalnya, salah satu cara paling mudah adalah dengan memperkenalkan kepada anak-anak kita terhadap buku-buku yang menjadi bagian penting dari literasi.

Mensosialisasi literasi kepada anak hendaknya dilakukan oleh para orang tua sejak usia anak sedini mungkin. Tentu dengan cara-cara yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Hal itu bertujuan agar internalisasi anak mengenai konsep-konsep tentang buku, atau lebih luas lagi mengenai literasi, berlangsung sejak sedini mungkin. Internalisasi anak yang berlangsung sejak dini adalah bagian dari tahapan prabaca-nya yang itu akan membangun pola pikir anak secara mantap seiring dengan tumbuh kembang si anak. Pola pikir mengenai konsep-konsep tentang buku, atau secara lebih luas mengenai literasi, yang terbangun secara mantap seiring tumbuh kembang anak, akan menjadikan aktivitas literatif sebagai habits baginya yang kemudian akan mendorong anak untuk mudah dan senang melakukan aktivitas membaca atau aktivitas literatif lainnya tanpa adanya paksaan.

Prinsipnya, kita kenalkan buku kepada anak terlebih dahulu, baru kemudian anak akan mencintai aktivitas membaca buku. Meski perangkat gawai dan teknologi informasi lainnya telah sedemikian canggih saat ini, membaca buku masih juga sangat penting. Jangan meninggalkan membaca buku karena teknologi informasi yang lebih canggih. Tetap perkenalkan membaca buku kepada anak sembari mengenalkan hal-hal lain, termasuk teknologi, termasuk juga teknologi informasi.

Banyak kita mendengar keluhan para orang tua yang kecewa bahwa anak-anak mereka menjadi sulit di kontrol karena terlanjur kecanduan game, Internet, atau perangkat gawai. Bagi orang tua yang paham, tentu hal demikian menjadi masalah yang sangat mengecewakan. Untuk itu, bagi para orang tua yang anak-anaknya belum terlanjur "terjajah" oleh game ataupun perangkat gawai, dapatlah orang tua perkenalkan kepada anak-anaknya buku. Dorong dan fasilitasi anak-anak agar kembali menggemari membaca buku. Insya Allah, orang tua tidak akan kecewa ketika kelak anak-anak mereka gemar dengan aktivitas membaca buku. Orang tua tidak akan kecewa ketika kelak anak-anak mereka menjadi seorang pembelajar dengan gemar menelaah buku-buku.

Jika orang tua menginginkan anak-anak yang gemar membaca, maka orang tua harus gemar membaca pula atau paling tidak contohkan kegemaran membaca kepada anak dengan memperlihatkan aktivitas membaca orang tua kepada anak.

Selain itu, perlu juga disediakan buku-buku anak yang menarik di rumah. Menyediakan buku-buku yang menarik di rumah ini sangat penting bagi anak-anak. Seorang profesor dari Universitas Nevada, AS, pernah menyampaikan bahwa, memiliki sendiri buku di rumah sama pentingnya dengan memiliki orang tua terpelajar. Menurutnya, seorang anak bisa saja memiliki orang tua yang buta huruf, tetapi jika ia memiliki 500 buku di rumahnya, itu sama dengan ia memiliki orang tua terpelajar yang menempuh pendidikan terbaik selama 15 tahun (A.S. Laksana dalam Jawa Pos, 22 April 2018).


Baca artikel lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar