Senin, 01 Juni 2015

Mengingat Kembali Peristiwa Piagam Jakarta.

Sejarah mencatat, sebuah konflik ideologi terjadi dalam upaya menentukan konstitusi dasar negara Indonesia pada tahun 1945. Konflik ideologi yang melibatkan kelompok nasionalis Islam dan nasionalis sekuler atau nasionalis netral agama, yaitu peristiwa "Piagam Jakarta" tahun 1945.

Piagam Jakarta atau Jakarta Charter adalah peristiwa politik yang sangat monumental sekaligus penuh kontroversi sejarah, yakni suatu kejadian politik dicoretnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) saat proses perumusan dan penetapan UUD 1945 yang diterbitkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Kata-kata yang dicoret tersebut adalah sebuah anak kalimat yang mengandung tujuh kata: "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", yang kemudian tujuh kata tersebut diganti dengan tiga kata: "Yang Maha Esa", yang tercantum dalam Piagam Jakarta yang diperuntukkan bagi naskah preamble atau pembukaan UUD 1945 sebagai konstitusi Dasar Negara Republik Indonesia. 

Piagam Jakarta disusun dan disepakati oleh Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. AA. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakkir, H. A. Salim, Mr. Achmad Subardjo, KH. Wachid Hasjim, serta Mr. Muhammad Yamin, yang dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan, di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Namun karena berbagai pertimbangan serta berbagai alasan, beberapa tokoh kemudian membatalkan kesepakatan itu dan kemudian pada sidang mendadak proses perumusan dan penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, terjadi perubahan pada naskah tersebut dengan penghapusan tujuh kata: "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dan menggantinya dengan tiga kata lain: "Yang Maha Esa".

Secara lengkap, Piagam Jakarta berbunyi sebagai berikut:


Piagam Jakarta


Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang dilindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ke-Tuhan-an, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22 Juni 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Panitia Sembilan
Ir. Soekarno
Drs. Mohammad Hatta
Mr. AA. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakkir
H. A. Salim
Mr. Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Mr. Muhammad Yamin

Konsekuensi atau dampak dari pencoretan atau penghapusan tujuh kata dalam naskah Piagam Jakarta tersebut maka tujuh kata tersebut hilang dari naskah Piagam Jakarta dan digantikan dengan tiga kata "Yang Maha Esa", sehingga berlaku hingga saat ini seperti yang kita tahu dalam Pembukaan UUD 1945, yang dengan penghapusan tujuh kata dalam naskah Piagam Jakarta tersebut secara otomatis berarti membatalkan dan tidak diakuinya: pemberlakuan atau penerapan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya sebagai hukum dasar negara di Indonesia secara legal dan formal seperti yang telah disepakati sebelumnya.

 * Dari berbagai sumber.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar