Selasa, 09 Desember 2014

Enjoying The Jungle of Life.

Kita seringkali berontak, mengeluh, seolah hidup ini begitu sulit & sangat berat untuk dijalani. Akupun juga demikian, mengeluh, mengeluh & mengeluh. Namun kemudian aku banyak melihat, aku banyak mendengar, kehidupan diluar sana yang jauh lebih sulit, ribet, kacau, gaduh, semrawut…

Tentang Kehidupan di Sebuah Perempatan.

Enam tahun lalu, pertama kali melewati jalan simpang empat itu, nenek itu sudah ada disana. Semua pengguna jalan menanti saat lampu hijau menyala, namun tidak dengan si Nenek, justru lampu merah yang ia nanti. Dengan banyak berharap, pengguna jalan bermurah hati membeli koran yang ia jajakan.

Tubuhnya yang rentapun bergegas, geraknya lincah, gesit, menghampiri setiap masing-masing pengendara, meski jalannya merunduk, tak lagi tegap, isyarat bahwa fisiknya sudah mulai melemah, seolah tak menyurutkan semangat si Nenek. Kain jarit yang ia kenakan berpadu apik dengan rompi seragam kas loper koran, bertuliskan nama salah satu koran yang ia jajakan. Mengindahkan terik panas yang menyengat kulit keriputnya, pengatnya asap & debu jalananpun seolah sengaja ia abaikan.

Lampu hijau kembali menyala, pengguna jalan kembali melanjutkan perjalannya masing-masing, si nenek juga menepi, sembari beristirahat bersanding setumpuk koran yang musti ia jajakan hari itu. Air putih dalam botol air mineral itu, yang mungkin sengaja ia bawa dari rumah, sudah cukup menghibur tenggorokannya yang dahaga.

Di seberang jalan itu, tampak dua petugas berseragam, kerut wajahnya sangat tegas, mengintai para pembelot di jalan itu.

Di usianya yang senja mustinya si-Nenek santai dibalik “pelindungnya”. Namun si-Nenek masih “ceria” menikmati hari-harinya, sesekali si-Nenek tersenyum, bercanda dengan koleganya, pria berseragam itu, mitra kerjanya di simpang empat itu. (11 November 2007, Simpang Empat Jl.Arief Rahman Hakim - Jl.Klampis Jaya, Surabaya)

Tentang Suatu Petang di Bawah Jembatan Penyeberangan.

Seorang ayah berteduh disana, raut wajahnya seolah penuh kekhawatiran, mungkin dalam otaknya terfikir; “Kerja hari ini buat beli buku sekolahmu nak! Tapi malam ini kita puasa”.

Konglomerat berdasi itupun juga berteduh disana, ban mobil mewahnya kempes, dibalik berkah air hujan itu ia sibuk dengan Telpon genggamnya, barangkali, mungkin dalam benaknya penuh kekesalan; “Sial.! Jadwal meetingku hari ini berantakan”.

Ada juga seorang wanita muda disana, basah kuyup, pakaian yang ia kenakan menempel ketat pada tubuh seksinya sehingga guratan dipunggungnya tampak jelas. Wanita itu marah pada seseorang di samping & di belakangnya, ia menggerutu sambil berkata; “Liatnya biasa aja kali mas.!” Masya allah. Begitu ramai disana. (Desember 2009, Jembatan Penyeberangan Jl.Mayjend. Sungkono, Surabaya).

Tentang Suatu Hari di Sebuah Perpustakaan.

Wanita itu muncul tiba-tiba, entah dari mana, namun keadaannya baik-baik saja, ga ada tanda asing atau ia ngerasa kesakitan akibat jatuh dari langit. Ahhh… mungkin bukan…

Perhatiannya tertuju pada satu jilid 904 halaman yang aku bawa, menyapaku dengan bahasanya yang kaku & berantakan namun begitu anggun. Kujawab seperlunya, ga lebih, ga ada basa-basi, mimik di wajahnya mungkin menunjukkan ketidakpuasannya atas jawabanku tadi.

Seolah aku tersadar dari pengaruh hipnotisnya, hitam manis made in Arab itupun telah pergi. Tanpa nama, asal-usulnya juga tidak tahu. Saat itu pula aku sadar, kesempatan emas telah kulewatkan, kusia-siakan begitu saja, sesal… Namun yang lebih aku sesalkan, “Aku bukan seorang yang peka.” (1 Agustus 2011, Gedung Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur).

Atau, Banyak Keadaan Lain Diluar Sana yang Semuanya Seringkali Luput dari Perhatian Kita.

Tentang seorang preman. Preman kawakan yang nyawanya pernah terselamatkan oleh jam tangan yang ia kenakan, iapun bangkit, menjauh dari keburukan. (PKL Ruko Manyar Indah, Taman Flora Kebun Bibit, Surabaya).

Tentang seorang penjual jamu gendong, ia begitu cantik & anggun, ia risih selalu di godai para pemuda kuli bangunan di sebelah rumah.

Tentang seorang kuli bangunan yang ga ikhlas untuk sekedar menandatangani surat perceraian yang diajukan istri tercintanya, walaupun ia sangat bersyukur tidak kehilangan satu kakinya, ia tetap kecewa kehilangan satu bagian dari hidupnya.

Tentang seorang suami yang tidak pernah dihormati ataupun dihargai oleh anak & istrinya sendiri, namun justru bahagia bergaul & menghidupi mantan istri & anak orang lain, setelah bayi itu lahir, ia kembali menjadi seorang suami & ayah yang syah, dihormati anak & istri, juga anak istrinya.

Tentang seorang bocah, anak jalanan itu selalu menyanyikan lagu kerinduan untuk almarhumah sang ibundanya. (Terminal Joyoboyo, Surabaya).

Tentang seorang pelacur yang batinnya sekarat, ginjalnyapun musti dioperasi.

Tentang seorang yang sangat berpengaruh di Negri ini, skandal menjeratnya, bernyanyi, bahkan berteriak dalam persembunyiannya, mengusik kolega & institusinya.

Hughhh… rumit bukan…!!!

Sebuah Perjalanan yang Mengesankan.

Tentang sebuah tempat yang tidak semestinya aku berada disana, namun kaki ini begitu semangat membawaku ke setiap tempat yang selalu bersarang dalam otakku sebelumnya.

Tentang seorang gembala yang membuat si “Pendiam” ini diam. Menyusup, memotong hangatnya perbincangan sepasang muda-mudi berbeda keyakinan, namun keduamya tahu betul tentang dua tempat yang menjadi tujuan setiap umat.

Berita tentang kepergian seorang kawan, kabar kematiannya mendadak menggemparkan seluruh warga. Keluarga begitu histeris kehilangan, wargapun diselimuti kengerian yang mendalam, kawan-kawan yang lain mengalami trauma yang berkepanjangan. Kehilangan… Subhanallah… “Tuhan, kami tahu Engkau ambil dia dengan cara yang tidak kami sukai, namun Engkau Maha Mulia, muliakanlah ia, berikan tempat yang terbaik disisi-Mu untuknya.” (In memoriam for a friend from Kepil-Wonosobo, Jawa Tengah).

Tentang sebuah tempat yang menjadi saksi atas tindakan paling rendah & paling buruk oleh sekelompok manusia. Bahkan mengambil hak kehidupan orang lain, membunuh, apapun dalihnya, keburukan selamanya tetap tercela, apapu alasannya. 

Jadi…

Kita dapat mengambil hikmah dari kehidupan-kehidupan itu, ternyata Tuhan sayang kepada kita, Allah sangat memuliakan kita, kehidupan, keadaan yang penuh keterbatasan ini jauh lebih baik dari kehidupan sebagian besar saudara-saudara & kawan-kawan kita diluar sana, Tuhan sudah kasih yang terbaik buat kita.

Bersyukurlah atas apa yang telah kita capai, perjalanan tidak berakhir sampai disini, terlalu membuang waktu hanya untuk meratapi keadaan yang luar biasa ini, bergeraklah, seburuk & sekotor apapun masa lalu kita, masa depan kita masih suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar