Minggu, 30 Juli 2017

Aktivitas Membaca dalam Perspekif Sosial dan Pendidikan


Gambar Ilustrasi: News.okezone.com
Salah satu hal mendasar dan krusial dalam siklus hidup seorang manusia adalah masa-masa pembelajaran. Dalam kajian sosial, terdapat dua aspek dalam proses pembelajaran seseorang, yaitu "proses sosialisasi" dan "proses internalisasi".

Individu-individu masyarakat manusia menguasai sejumlah norma-norma [termasuk didalamnya penerimaan informasi dan penguasaan ilmu dan pengetahuan], bukan karena proses-proses yang bersifat kodrati, melainkan memperolehnya melalui suatu proses belajar (learning process) yang menurut istilah teknis sosiologi disebut proses sosialisasi (Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004). Sedangkan proses internalisasi adalah sebuah proses dimana seseorang merespon atau menerima proses sosialisasi yang diberikan oleh agen-agen sosialisasi. Melalui agen-agen sosialisasi tersebut, materi pembelajaran ditransfer kepada individu-individu penerima sosialisasi sebagai pelaku proses internalisasi.

Lewat proses-proses sosialisasi, individu-idividu masyarakat belajar mengetahui dan memahami tingkah pekerti-tingkah pekerti apa yang harus dilakukan dan tigkah pekerti-tingkah pekerti apa pulakah yang harus tidak dilakukan dalam masyarakat. Artinya, lewat sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat, sehingga kemudian masing-masing individu dapat bertingkah pekerti sesuai dengan peranan sosial masing-masing yang selanjutnya mereka akan dapat saling menyerasikan serta menyesuaikan tingkah pekerti masing-masing pada saat melakukan interaksi-interaksi sosial. Proses sosialisasi adalah sebuah proses transfer nilai dan norma sosial kepada individu-individu warga masyarakat. Artinya, melalui proses sosialisasi nilai dan norma-norma sosial dapat diwariskan dan diteruskan dari generasi ke generasi.

Proses sosialisasi bukanlah merupakan proses yang bersifat tunggal atau sepihak, proses sosialisasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua pihak. Pihak pertama adalah pihak yang memberikan sosialisasi, sehingga aktivitas pihak yang mensosialisasi tersebut disebut dengan "aktivitas melaksanakan sosialisasi". Sementara pihak kedua adalah pihak yang disosialisasi. Aktivitas pihak yang disosialisasi disebut "aktivitas internalisasi".

Aktivitas Sosialisasi

Aktivitas melaksanakan sosialisasi dikerjakan oleh person-person tertentu, yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, sosialisasi dilakukan oleh person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas individu-individu yang disosialisasi. Misalnya, ayah, ibu, guru, ustadz, atasan, pemimpin dan sebagainya. Kedua, sosialisasi dilakukan oleh person-person yang mempuyai kedudukan sederajat (atau kurang lebih sederajat) dengan individu-individu yang tengah disosialisasi. Misalnya, saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan sekelas, sahabat, dan sebagainya.

Aktivitas Internalisasi

Internalisasi adalah sebuah proses yang dikerjakan oleh pihak yang tengah menerima proses sosialisasi. Proses ini merupakan rangkaian aktivitas psikologik yang sifatnya aktif. Artinya, selama proses sosialisasi itu berlangsung, pihak yang menerima sosialisasi tersebut secara psikologik juga melakukan aktivitas. Secara aktif, seseorang yang sedang menerima proses sosialisasi menginterpretasi makna dari apa-apa yang disampaikan oleh si pemberi sosialisasi, atau makna dari apa-apa yang ia saksikan atau ia hayati yang kemudian aktivitas psikologik tersebut berlanjut dengan meresapkan dan mengorganisir hasil interpretasinya itu ke dalam ingatan, perasaan, dan batinnya (Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004).

Aktivitas sosialisasi dan internalisasi ini tidak selalu dilakukan secara sadar dan sengaja. Disamping usaha-usaha pendidikan, pengajaran, indoktrinasi, pemberian petunjuk-petunjuk, dan nasehat-nasehat, dan lain sebagainya yang bersifat formal, banyak pula kita jumpai adanya aktivitas sosialisasi yang dilakukan tanpa disadari oleh person-person yang mengerjakan proses sosialisasi. Person-person tersebut, dengan melakukan tingkah pekerti-tingkah pekerti dan atau interaksi-interaksi sosial tertentu terhadap atau dihadapan orang yang disosialisasi, tanpa disadarinya telah mengajarkan, dengan memberi contoh-contoh, kepada pihak yang disosialisasi tentang bagaimana melakukan tingkah pekerti tertentu. Begitu pula dengan pihak yang menerima sosialisasi atau pihak yang sedang melakukan proses internalisasi. Dengan memperhatikan atau mengamati tingkah pekerti-tingkah pekerti tertentu, secara tidak langsung atau sadar dia telah melakukan proses internalisasi.

Misalnya, seorang anak perempuan secara terus menerus selalu memperhatikan ibunya ketika sedang memasak dan tengah mempersiapkan sarapan untuk keluarga. Lambat laun, ketika anak telah sampai pada usia tertentu dan telah matang kemandiriannya, sang anak perempuan akan secara otomatis akan mampu melakukan sendiri apa yang selalu dilakukan oleh ibunya tersebut, meskipun sang ibu tidak secara langsung dan secara sadar berrniat mengajarkannya kepada anak. Begitu pula, seorang anak laki-laki yang selalu memperhatikan dan mengamati ayahnya ketika sedang melakukan berbagi pekerjaan, meskipun sang ayah sendiri tidak secara langsung dan sadar mengajarkannya kepada anak, sang anak akan mampu pula melakukan apa yang selalu dilakukan oleh ayahnya yang selalu ia amati tersebut.

Oleh karenanya, ditengah masyarakat kita populer dengan satu peribahasa, bahwa; “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, yang dapat diartikan bahwa seorang anak hampir selalu identik dengan orang tuanya. Seorang anak hampir selalu identik dengan salah satu orang tuanya atau paduan antara kedua orang tuanya, baik secara jasmani maupun rohani. Secara jasmani, misalnya bentuk fisik tubuh dan kesehatan. Keidentikan secara jasmani dapat terjadi misalnya terkait pengaruh gen. Sementara identik secara rohani, seperti sifat, karakter, kepribadian, dan semacamnya. Keidentikan secara rohani inilah yang dapat terjadi salah satunya karena pengamatan dan peniruan yang dilakukan oleh sang anak terhadap kedua orang tuanya. Sehingga, ungkapan “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” dapat berlaku akibat terjadinya proses sosialisasi dan internalisasi, baik secara sadar ataupun secara tidak sadar, terus menerus berlangsung pada kelompok masyarakat tertentu, dalam hal ini dalam lingkungan keluarga.

Literasi merupakan jantungnya pendidikan, oleh karena itu, kegiatan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari yang namanya aktivitas membaca. Aktivitas membaca, sebagai salah satu unsur dari kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran, merupakan salah satu aspek dari kegiatan atau proses sosialisasi dan proses internalisasi. Dalam hal aktivitas membaca, proses sosialisasi dilakukan oleh penulis sumber bacaan. Melalui uraian materi dalam tulisan, penulis melakukan aktivitas sosialisasi kepada para pembacanya. Di lain pihak, pembaca, sebagai penerima informasi yang disampaikan oleh penulis, melakukan aktivitas internalisasi. Secara aktif, seseorang yang sedang melakukan aktivitas membaca (sebagai penerima proses sosialisasi) menginterpretasi makna dari apa-apa yang disampaikan oleh si penulis dalam sumber bacaan yang ia baca, yang kemudian aktivitas tersebut berlanjut dengan meresapkan dan mengorganisir hasil interpretasinya tersebut ke dalam ingatan, perasaan, dan batinnya, sehingga membentuk sebuah wawasan, pengetahuan, dan ilmu, yang pada akhirnya membentuk sebuah pola pikir dan tingkah pekerti-tingkah pekerti tertentu.

Ikatan antara pembaca buku dan penulis merupakan ikatan saling terkait, saling menyuburkan intelektual. Kata-kata penulis berfungsi sebagai katalisator bagi pikiran pembaca, yang membangkitkan wawasan, asosiasi, dan persepsi bahkan kadang penemuan baru. Sementara, keberadaan pembaca, terlebih pembaca yang cerdas dan kritis, menjadi pendorong bagi karya-karya penulis yang lebih berkualitas pada masa yang akan datang.

Tradisi sastra yang kaya juga tidak akan pernah tercipta jika tidak ada pertukaran intim yang terjadi antara penulis dan pembaca di dalam wadah sebuah buku. Kecakapan intelektual pembaca pun semakin canggih karena didorong oleh aktivitas membaca kata-kata didalam buku yang tidak hanya memperkuat kemampuan orang untuk berpikir secara abstrak, tetapi kata-kata tersebut juga memperkaya pengalaman orang mengenai dunia fisik, dunia yang berada diluar buku. Ide-ide yang diungkapkan oleh penulis dan dipahami oleh pembaca menjadi lebih kompleks dan halus saat argumen berputar-putar secara linear dalam teks di banyak halaman buku. Seiring dengan berkembangnya bahasa melalui ungkapan-ungkapan penulis, pemikiran pembaca pun semakin dalam. Proses pembelajaran - proses sosialisas dan proses internalisasi - terus berlangsung selama kita melakukan aktivitas membaca.

Aktivitas membaca merupakan proses internalisasi yang melibatkan segenap aktivitas kognitif, yang dengannya kita dapat menjelajah lintas alam pikiran yang sangat luas yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Artinya, dengan membaca kita dapat menjelajahi pemikiran-pemikiran yang muncul dan lahir dari tokoh-tokoh di sepanjang jaman. Bayangkan, kita yang hidup pada jaman sekarang ini dapat mengetahui betapa selektifnya Imam Bukhari, Imam Muslim, dan lain sebagainya dalam menyeleksi puluhan ribu bahkan ratusan ribu hadist dan menshahihkan ribuan hadist diantaranya; kita dapat megetahui dan memahami fatwa-fatwa Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Malik, dan seterusnya; kita yang hidup pada era modern ini dapat mengetahui pemikiran kritis dari analisis sosialnya Ibnu Khaldun; kita dapat mengetahui betapa hebat strategi militernya Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II), dan lain sebagainya. Itu semua merupakan hasil atau produk-produk pemikiran dari tokoh-tokoh kita yang terdahulu. Lalu, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui kisah-kisahnya, bagaimana mungkin kita dapat mengkaji dan menelaahnya, bagaimana mungkin kita dapat mengambil pelajaran darinya, kalau kita tidak membaca? Maka, salah satu cara agar kita dapat melakukan itu semua adalah dengan banyak membaca.



Rujukan Pustaka;





Tidak ada komentar:

Posting Komentar