Minggu, 01 Januari 2017

Manusia dalam Siklus (Sebuah Refleksi)


Seorang matematikawan pada masa Yunani kuno pernah menyatakan bahwa "ada Tuhan yang merancang (menciptakan) alam semesta ini berdasarkan perhitungan matematis". Sementara itu, ahli geometri (ilmu ukur) pada masa yang sama pernah menyatakan bahwa "Tuhan bekerja dengan berdasarkan metode geometri".

Wallahu a'lam, itu hanya segelintir upaya manusia untuk mencoba menalar dan merealistiskan realitas dunia. Tahapan demi tahapan yang manusia alami dalam realitas dunia ini adalah sebuah siklus dari hukum alam. Hukum alam yang bekerja dalam bentuk sistem causalitas (sebab-akibat). Siklus hukum alam dan sistem causalitas itu sendiri adalah wujud dari sunnatullah, bentuk ketetapan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.

Setiap manusia, lahir ke dunia ini dalam keadaan kosong. Netral dari pengaruh apapun dan dari intervensi siapapun - selain daripada kodrat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Ia terlahir sebagai seorang bayi mungil yang tidak mampu melakukan apapun. Barangkali hanya rengekan dan tangisan kecilnya yang mampu ia lakukan. Bayi yang baru terlahir, ia berada dalam dunia yang baru, keadaan yang baru, dan suasana yang baru. Ia menangis karena tidak tahu apapun, tidak mengerti apapun, dan tidak mengenal siapapun, juga tidak mampu melakukan apapun. Pun demikian, tidak ada yang menganggap bahwa ketidakmampuan seorang bayi yang baru terlahir tersebut merupakan sebuah kebodohan. Ia tidak mampu mendengar dengan jelas, ia tidak mampu melihat dengan jelas, ia tidak mampu berfikir. Barangkali hanya senyum kecilnya yang lucu menjadi tanda berkembangnya kecerdasanya. Senyumnya adalah bentuk kecerdasannya.

Kemudian, ia mulai mendengar, entah mulai kapan seorang yang baru terlahir mampu mendengar dan mengerti apa yang ia dengar. Ia mulai mampu melihat. Ia pun mulai mampu merasa. Ia mulai merasa bahwa dirinya berada di dunia yang baru. Dunia yang ia alami adalah dunia yang benar-benar baru baginya. Dunia yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dunia yang belum pernah ia alami sebelumnya. Dunia yang sebelumnya mungkin tidak pernah terpikirkan sama sekali olehnya.

Ia mulai sadar. Yang unik dan menarik, menurut para ahli, seorang bayi manusia yang baru terlahir, ia terlebih dahulu menyadari keberadaan orang-orang lain yang ada disekitarnya sebelum ia menyadari keberadaan dirinya sendiri. Para psikolog bahkan mengatakan bahwa seorang bayi manusia itu selalu telah menyadari akan adanya si ibu terlebih dahulu sebelum dia bisa menyadari secara penuh bahwa dirinya sendiri itu juga ada. Ia menyadari keberadaan ibundanya, ayahnya, dan orang-orang lain di sekelilingnya bahkan sebelum ia menyadari bahwa self-nya juga telah ada. Bahkan ia juga tidak menyadari bahwa esok dan seterusnya ia harus mulai belajar. Belajar bergerak, merangkak, melangkah dan seterusnya.

Ia mulai belajar. Ia mulai belajar menyimak dan berbicara, mudah manusia dalam proses belajar berbicara, tidak membutuhkan usaha ekstra dalam belajar berbicara. Bayi yang baru lahir, atas ijin Allah Subhanahu wa ta'ala, secara alamiah akan dengan sendirinya memahami dan mampu berbicara seiring dengan perkembangan daya simaknya, pertumbuhan fisik dan daya pikirnya. Kemudian ia mulai belajar membaca. Mudah manusia dalam proses belajar membaca, meski tidak semudah belajar berbicara, namun tidak juga sesulit belajar menulis. Ia mulai menulis. Menulis tidak semudah belajar berbicara dan membaca, menulis membutuhhan upaya ekstra untuk menguasainya. Bahkan, kelak ia akan membutuhkan keterampilan kusus untuk mampu menuliskan banyak hal, hal-hal yang besar dalam hidupnya.

Mampu berbicara dengan baik, belum tentu mampu membaca dengan baik. Mampu membaca dengan baik, belum tentu mampu menulis dengan baik. Mampu menulis dengan baik, pasti mampu membaca dengan baik. Mampu membaca dengan baik, insya Allah, mampu berbicara (menyampaikan) dengan baik.

Remaja & Dewasa. Masa remaja dan dewasa adalah masa dimana seorang manusia menerapkan apa yang ia pelajari sebelumnya. Masa dimana seorang manusia menerapkan apa yang ia peroleh dalam belajarnya. Ia berfikir mengacu pada apa yang ia telaah sebelumnya. Ia bekerja berdasar apa yang ia latih kepada self-nya sebelumnya. Sikap dan perilaku saat seorang manusia menjadi seorang remaja dan seorang dewasa adalah sangat bergantung pada habit apa yang ia bangun terhadap self-nya saat ia melalui masa-masa belajarnya. Sikap dan perilakunya adalah sebuah akumulasi dari langkah demi langkah, waktu demi waktu, step by step kehidupannya di masa sebelumnya.

Hingga sampailah pada saat kematian seseorang. Kematian menjadi sebuah goals. Sebuah capaian dalam sebuah kehidupan dunia bagi seseorang. Dalam perspektif sosial, kematian menjadi penentu baik atau buruk self seorang manusia dimata manusia lainnya. Sebaik apapun perilaku self seorang manusia, ia masih mempunyai resiko besar untuk menjadi seorang manusia yang buruk selama ia masih hidup. Sering kita lihat, seseorang yang baik-baik saja pada masa lalu namun kemudian tersiar kabar bahwa seseorang dimaksud telah melakukan tindakan amoral atau bahkan kriminal; korupsi, asusila, pembunuhan, atau lain sebagainya. Sebaliknya, seburuk apapun perilaku self seorang manusia, ia masih berkesempatan untuk menjadi baik. Ketika seseorang melakukan suatu tindakan kriminal atau perilaku amoral, setelah ia menjalani masa hukumannya atau telah selesai menjalani masa rehabilitasinya, ia punya kesempatan yang sama dengan masyarakat lainnya untuk memperbaiki diri serta menjalankan peran-peran tertentu ditengah masyarakat.

Dalam perspektif kajian Islam (Islamic studies) dikatakan bahwa, saat Allah Subhanahu wa ta'ala masih memberi seseorang kesempatan untuk hidup, seorang yang ditengah masyarakat berperilaku buruk sekalipun, masih berkesempatan untuk mendapatkan hidayah serta berkesempatan untuk menghapus dosa-dosa di masa lalunya dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan kebaikan-kebaikan ditengah masyarakat. Artinya, seseorang dikatan benar-benar baik apabila ia telah mati, demikian pula seseorang dikatakan benar-benar buruk saat ia telah mati.

Masa setelah kematian. Kita tidak mampu berfikir tentang masa yang akan datang, masa dimana kita akan alami saat setelah kematian. Kita tidak mampu memikirkan masa setelah kematian bukan berarti masa itu adalah sebuah kemustahilan. Berfikir tentang masa setelah kematian adalah tentang dua kemungkinan yang musti kita yakini salah satunya; ada atau tiada. Keyakinan tentang "ada atau tiadanya" masa setelah kematian adalah sebuah dilema yang sangat luar biasa sehingga seseorang membutuhkan landasan yang kuat untuk mempercayai atau tidak mempercayai salah satunya. Kita tidak mampu berfikir tentang masa setelah kematian barangkali sama seperti halnya kita tidak mampu berfikir tentang dunia yang kita alami saat ini pada saat kita berada dalam alam kandungan dahulu. Toh, ketidakmampuan kita berfikir tentang dunia saat kita di alam kandungan dahulu tidak berarti bahwa alam dunia ini tidak ada, bukan!

Keyakinan tentang "ada atau tiadanya" masa setelah kematian adalah sebuah dilema yang sangat luar biasa. Dilema yang membuat setiap orang yang lemah (aqidah) terguncang. Terguncang teramat dahsyat. Beruntunglah orang-orang yang diberi hidayah. Orang-orang yang yakin tanpa perlu mengalami keterguncangan yang teramat dahsyat itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar