Kita
seringkali berontak, mengeluh, seolah hidup ini begitu sulit & sangat berat
untuk dijalani. Akupun juga demikian, mengeluh, mengeluh & mengeluh. Namun kemudian aku
banyak melihat, aku banyak mendengar, kehidupan diluar sana yang jauh lebih
sulit, ribet, kacau, gaduh, semrawut…
Tentang Kehidupan di Sebuah Perempatan.
Enam
tahun lalu, pertama kali melewati jalan simpang empat itu, nenek itu sudah ada
disana. Semua pengguna jalan menanti saat lampu hijau menyala, namun tidak
dengan si Nenek, justru lampu merah yang ia nanti. Dengan banyak berharap,
pengguna jalan bermurah hati membeli koran yang ia jajakan.
Tubuhnya
yang rentapun bergegas, geraknya lincah, gesit, menghampiri setiap
masing-masing pengendara, meski jalannya merunduk, tak lagi tegap, isyarat
bahwa fisiknya sudah mulai melemah, seolah tak menyurutkan semangat si Nenek.
Kain jarit yang ia kenakan berpadu apik dengan rompi seragam kas loper koran,
bertuliskan nama salah satu koran yang ia jajakan. Mengindahkan terik panas
yang menyengat kulit keriputnya, pengatnya asap & debu jalananpun seolah
sengaja ia abaikan.
Lampu
hijau kembali menyala, pengguna jalan kembali melanjutkan perjalannya
masing-masing, si nenek juga menepi, sembari beristirahat bersanding setumpuk
koran yang musti ia jajakan hari itu. Air putih dalam botol air mineral itu,
yang mungkin sengaja ia bawa dari rumah, sudah cukup menghibur tenggorokannya
yang dahaga.
Di
seberang jalan itu, tampak dua petugas berseragam, kerut wajahnya sangat tegas,
mengintai para pembelot di jalan itu.
Di
usianya yang senja mustinya si-Nenek santai dibalik “pelindungnya”. Namun
si-Nenek masih “ceria” menikmati hari-harinya, sesekali si-Nenek tersenyum,
bercanda dengan koleganya, pria berseragam itu, mitra kerjanya di simpang empat
itu. (11 November 2007, Simpang Empat Jl.Arief Rahman Hakim - Jl.Klampis Jaya,
Surabaya)
Tentang Suatu Petang di Bawah Jembatan Penyeberangan.
Seorang
ayah berteduh disana, raut wajahnya seolah penuh kekhawatiran, mungkin dalam
otaknya terfikir; “Kerja hari ini buat beli buku sekolahmu nak! Tapi malam ini
kita puasa”.
Konglomerat
berdasi itupun juga berteduh disana, ban mobil mewahnya kempes, dibalik berkah
air hujan itu ia sibuk dengan Telpon genggamnya, barangkali, mungkin dalam
benaknya penuh kekesalan; “Sial.! Jadwal meetingku hari ini berantakan”.
Ada
juga seorang wanita muda disana, basah kuyup, pakaian yang ia kenakan menempel
ketat pada tubuh seksinya sehingga guratan dipunggungnya tampak jelas. Wanita
itu marah pada seseorang di samping & di belakangnya, ia menggerutu sambil
berkata; “Liatnya biasa aja kali mas.!” Masya allah. Begitu ramai disana.
(Desember 2009, Jembatan Penyeberangan Jl.Mayjend. Sungkono, Surabaya).
Tentang Suatu Hari di Sebuah Perpustakaan.
Wanita
itu muncul tiba-tiba, entah dari mana, namun keadaannya baik-baik saja, ga ada
tanda asing atau ia ngerasa kesakitan akibat jatuh dari langit. Ahhh… mungkin
bukan…
Perhatiannya
tertuju pada satu jilid 904 halaman yang aku bawa, menyapaku dengan bahasanya
yang kaku & berantakan namun begitu anggun. Kujawab seperlunya, ga lebih,
ga ada basa-basi, mimik di wajahnya mungkin menunjukkan ketidakpuasannya atas
jawabanku tadi.
Seolah
aku tersadar dari pengaruh hipnotisnya, hitam manis made in Arab itupun telah
pergi. Tanpa nama, asal-usulnya juga tidak tahu. Saat itu pula aku sadar, kesempatan
emas telah kulewatkan, kusia-siakan begitu saja, sesal… Namun yang lebih aku
sesalkan, “Aku bukan seorang yang peka.” (1 Agustus 2011, Gedung Badan
Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur).
Atau, Banyak Keadaan Lain Diluar Sana yang Semuanya Seringkali Luput dari Perhatian Kita.
Tentang
seorang preman. Preman kawakan yang nyawanya pernah terselamatkan oleh
jam tangan yang ia kenakan, iapun bangkit, menjauh dari keburukan. (PKL Ruko
Manyar Indah, Taman Flora Kebun Bibit, Surabaya).
Tentang
seorang penjual jamu gendong, ia begitu cantik & anggun, ia risih selalu di
godai para pemuda kuli bangunan di sebelah rumah.
Tentang seorang kuli bangunan yang ga ikhlas untuk sekedar menandatangani surat perceraian yang diajukan istri tercintanya, walaupun ia sangat bersyukur tidak kehilangan satu kakinya, ia tetap kecewa kehilangan satu bagian dari hidupnya.
Tentang
seorang suami yang tidak pernah dihormati ataupun dihargai oleh anak &
istrinya sendiri, namun justru bahagia bergaul & menghidupi mantan istri
& anak orang lain, setelah bayi itu lahir, ia kembali menjadi seorang suami
& ayah yang syah, dihormati anak & istri, juga anak istrinya.
Tentang
seorang bocah, anak jalanan itu selalu menyanyikan lagu kerinduan untuk
almarhumah sang ibundanya. (Terminal Joyoboyo, Surabaya).
Tentang
seorang pelacur yang batinnya sekarat, ginjalnyapun musti dioperasi.
Tentang
seorang yang sangat berpengaruh di Negri ini, skandal menjeratnya, bernyanyi,
bahkan berteriak dalam persembunyiannya, mengusik kolega & institusinya.
Hughhh…
rumit bukan…!!!
Sebuah Perjalanan yang Mengesankan.
Tentang
sebuah tempat yang tidak semestinya aku berada disana, namun kaki ini begitu
semangat membawaku ke setiap tempat yang selalu bersarang dalam otakku
sebelumnya.
Tentang
seorang gembala yang membuat si “Pendiam” ini diam. Menyusup, memotong
hangatnya perbincangan sepasang muda-mudi berbeda keyakinan, namun keduamya
tahu betul tentang dua tempat yang menjadi tujuan setiap umat.
Berita
tentang kepergian seorang kawan, kabar kematiannya mendadak menggemparkan
seluruh warga. Keluarga begitu histeris kehilangan, wargapun diselimuti
kengerian yang mendalam, kawan-kawan yang lain mengalami trauma yang
berkepanjangan. Kehilangan… Subhanallah… “Tuhan, kami tahu Engkau ambil dia
dengan cara yang tidak kami sukai, namun Engkau Maha Mulia, muliakanlah ia,
berikan tempat yang terbaik disisi-Mu untuknya.” (In memoriam for a friend from
Kepil-Wonosobo, Jawa Tengah).
Tentang
sebuah tempat yang menjadi saksi atas tindakan paling rendah & paling buruk
oleh sekelompok manusia. Bahkan mengambil hak kehidupan orang lain, membunuh,
apapun dalihnya, keburukan selamanya tetap tercela, apapu alasannya.
Jadi…
Jadi…
Kita
dapat mengambil hikmah dari kehidupan-kehidupan itu, ternyata Tuhan sayang
kepada kita, Allah sangat memuliakan kita, kehidupan, keadaan yang penuh
keterbatasan ini jauh lebih baik dari kehidupan sebagian besar saudara-saudara
& kawan-kawan kita diluar sana, Tuhan sudah kasih yang terbaik buat kita.
Bersyukurlah
atas apa yang telah kita capai, perjalanan tidak berakhir sampai disini,
terlalu membuang waktu hanya untuk meratapi keadaan yang luar biasa ini,
bergeraklah, seburuk & sekotor apapun masa lalu kita, masa depan kita masih
suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar