Tahun
2002, saat itu namanya umum menggunakan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), yang sekarang berganti
umumnya menjadi SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dari sekian banyak siswa dan siswi di sekolah kami, saya termasuk salah satu siswa yang paling cengeng. Di
bully, di kerjain, terkucil, dan lain sebagainya, dikunci dalam kamar
mandi selama jam pelajaran Bahasa Indonesia, manut dan pasrah saja.
Kenyang sudah.
Bukan hanya itu, waktu itu juga saya siswa yang lemah secara fisik. Kurus, kerempeng, sakit-sakitan. Ya, sakit-sakitan. Masih ingat betul ketika semester pertama di kelas satu, saya tidak bisa ikut ujian semester karena sakit. Bahkan, semester ke-dua di kelas dua saya juga tidak bisa hadir dalam ujian kenaikan kelas. Karena sakit juga. Disamping berapa puluh hari saya tidak bisa hadir ikut belajar karena sakit.
Bukan hanya itu, waktu itu juga saya siswa yang lemah secara fisik. Kurus, kerempeng, sakit-sakitan. Ya, sakit-sakitan. Masih ingat betul ketika semester pertama di kelas satu, saya tidak bisa ikut ujian semester karena sakit. Bahkan, semester ke-dua di kelas dua saya juga tidak bisa hadir dalam ujian kenaikan kelas. Karena sakit juga. Disamping berapa puluh hari saya tidak bisa hadir ikut belajar karena sakit.
Tidak ada yang istimewa ataupun luar biasa dari kisah saya itu, yang luar biasa adalah apa dan siapa yang ada di balik kisah saya itu, yaitu beliau-beliau yang mengabdi dan berjuang untuk keberhasilan belajar anak-anak didik disekolah kami dulu, termasuk untuk saya.
Banyak guru teladan di sekolah kami dulu, namun barangkali yang paling berpengaruh nyata terhadap proses dan memotivasi semangat belajar saya pribadi adalah……
…….
Saya sering masygul ketika mengingat dan mengenang beliau. Beliau adalah Drs. Mashudi. Beliau adalah guru agama sekaligus wali kelas kami ketika di kelas satu SLTP. Yah, barangkali terlalu panjang kalau musti menyebutkan satu-persatu kebaikan-kebaikan atau upaya-upaya yang beliau lakukan untuk siswa-siswinya. Bahkan, barangkali terlalu banyak yang telah kami lupakan apa saja upaya-upaya yang beliau lakukann untuk keberhasilan proses belajar kami. Kami bangga dan menyayangi beliau, saya rasa begitupun sebaliknya.
Singkat cerita, naik ke kelas dua, kami menganggap semua baik-baik saja terhadap beliau. Di kelas dua beliau tidak lagi menjadi wali kelas kami, tapi tetap mengajar pelajaran agama seperti biasa. Seperti biasa, beliau orangnya sangat aktif. Bahkan, ketika kami dalam mengerjakan suatu tugas, beliau sendiri yang akan pergi ke kantor sambil berlari-lari kecil untuk sekedar mengambil sebatang kapur tulis. Sangat aktif beliau itu, semangat beliau itu, menurut kami juga luar biasa. Selain mengajar, beliau juga tengah melanjutkan study beliau, entah S2 atau S3, kami tidak begitu tahu.
Hingga suatu ketika saat jadwal beliau mengajar kami tunggu-tunggu beliau tidak juga hadir dalam kelas. Tidak ada kabar. Sampai beberapa hari setiap jadwal beliau mengajar beliau tidak hadir kami tidak juga mendapat kabar.
Kami menganggap semua baik-baik saja. Hingga suatu ketika setelah beberapa hari atau beberapa minggu beliau tidak mengajar, salah satu guru masuk keruang kelas kami dan menyampaikan kabar bahwa Drs. Mashudi telah wafat.
Kami terdiam... Tidak percaya…
Sambil matanya berkaca-kaca guru kami mengulangi lagi kabar itu, “Ya, beliau telah meninggal karena penyakit kanker yang beliau derita.” Suasana kelas semakin hening, sesaat kemudian baru suasana ruang kelas pecah oleh tangisan beberapa kawan kami. Kami tidak pernah tahu sebelumnya kalau beliau itu sakit, padahal beliau sakit sejak beberapa bulan terakhir, termasuk guru-guru yang lain ternyata tidak ada yang tahu.
Kami telah kehilangan beliau....
Selamat Hari Guru Nasional Pak Mashudi! Terimakasih banyak, Pak!
Selamat Hari Guru Nasional bapak-ibu guru kami semua! Kami tidak akan bisa membalas dengan setara jasa-jasa Ibu-Bapak Guru sekalian. Cukuplah doa kami untuk engkau-engkau guru-guru kami, juga untuk seluruh gugu-guru.
Untuk beliau-beliau dan mereka-mereka yang mengabdi dan berjuang untuk keberhasilan belajar anak didiknya, terimakasih, we are salute…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar