KH. Ahmad Dahlan |
KH. Ahamd Dahlan lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus
1868. Anak ke-empat dari tujuh bersaudara. Ayahnya KH. Abu Bakar, seorang ulama
dan Khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,
sedangkan ibunya adalah putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan. KH. Ahmad Dahlan
adalah tokoh pembaharu Islam dari Kauman, Yogyakarta, beliau adalah pendiri
Muhammadiyah.
Nama asli Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Darwisy kecil
mendapat pendidikan langsung dari ayahnya. Darwisy kecil sangat giat dan
cerdas, ia selalu mencurahkan pikirannya untuk mempelajari hadist, fiqih,
bahasa Arab, dan ilmu agama lain. Menjelang dewasa, ia mendalami ilmu agama
kepada Ulama-ulama besar waktu itu, diantaranya adalah KH. Muhammad Shaleh
Darat dari Semarang, Syaikh Muhammad Jamil Jambek dari Bukittinggi, dan juga
dari ulama-ulama besar lain masa itu.
Tak puas dan selalu dahaga akan ilmu, akhirnya pada tahun
1888, Darwisy pergi Haji dan belajar agama Islam lebih mendalam di Mekah, dan
ketika kembali ke kampungnya, Darwisy berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada
tahun 1903, KH. Ahmad Dahlan kembali pergi ke Mekah dan menetap selama 2 tahun
di sana. Pada masa ini KH. Ahmad Dahlan sempat berguru kepada Syaikh Ahmad
Khatib Minangkabau yang juga guru KH. Muhammad Hasyim Asy`ari, sang pendiri NU.
Pada periode ini pula, KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid
Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Sepulang dari Mekah yang pertama, KH. Ahmad Dahlan menikah
dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kiai Penghulu, Haji Fadhil. Dari
perkawinannya tersebut, KH. Ahmad Dahlan dikaruniai enam orang anak. Disamping
itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah (Janda Haji Abdullah),
Nyai Rum (adik Kiai Munawwir Krapyak), beliau juga mempunyai putra dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Ajengan Penghulu Cianjur), dan Nyai
Yasin Pakualaman, Yogyakarta.
Setelah kembali dari Mekah yang pertama pada tahun 1888,
beliau mulai membenahi posisi kiblat di Kauman. Sebelumnya arah kiblat belum
tepat, sehingga beliau dan kawan-kawan memberanikan diri untuk memperbaikinya.
Meski hal itu cukup sederhana, namun beliau mendapatkan penolakan dan tentangan
yang berat dalam mengupayakan pembenahan arah kiblat Masjid Sultan Yogyakarta.
Karena gagal memperbaiki arah kiblat Masjid Sultan Yogyakarta dan Masjid-masjid
lain di sekitar Kauman, beliau hanya menerapkan pada langgar beliau sendiri
sehingga hanya langgar beliau yang beliau terapkan dengan letak kiblat yang
tepat. Tapi, langgar beliau malah dirobohkan atas perintah KH. Muhammad Halil.
Karena kecewa, KH. Ahmad Dahlan kemudian memutuskan untuk
pergi meninggalkan kampungnya. Namun, kakak iparnya, KH. Shaleh, berusaha
mencegahnya, menabahkan beliau dan membangunkan kembali Langgar beliau yang
telah rusak.
Sebagian penentangnya mengatakan, bahwa ajaran KH. Ahmad
Dahlan telah sesat, dan ia telah murtad. Lebih dari itu, KH. Ahmad Dahlan juga
dikatakan sebagai kiai Kristen bahkan banyak yang mengatakan beliau adalah kiai
kafir, karena telah mendirikan sekolah dengan cara-cara yang baru, seperti cara
orang-orang Kristen dari Portugis. Misalnya, mengizinkan orang laki-laki shalat
mengenakan celana panjang tanpa mengenakan sarung.
Keadaan lambat laun mulai berubah, sejak beberapa lama
setelah KH. Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya sebagai Khatib tetap di Masjid
Sultan, sejak itulah beliau mulai diakui keilmuannya oleh kiai-kiai lain.
Beliau aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan berorganisasi,
diantaranya beliau tergabung dalam organisasi Jamaat Khair, Budi Utomo,
Syarikat Islam, Dan Komite Pembela Nabi Muhammad Saw. Sebelum mendirikan
Muhammadiyah, beliau pernah mengajar agama di kampungnya sendiri, beliau juga
pernah mengajar di sekolah Negri, seperti Kweek School di Jetis
Yogyakarta, dan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OPSIA),
sebuah sekolah pendidikan untuk Pegawai Pribumi di Magelang.
KH. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam, murni menurut tuntunan
Al-Qur`an dan Hadist. Yang kemudian padatanggal 18 Nopember 1912 beliau
mendirikan sebuah organisasi, yaitu Muhammadiyah, di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sejak awal, KH. Ahmad Dahlan telah menetapkan, bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi bersifat sosial dan bergerak
dibidang pendidikan. Selain beliau sendiri, ada beberapa tokoh dan Ulama lain
yang terlibat dalam pendirian Muhammadiyah pada waktu itu. Gagasan pendirian
Muhammadiyah adalah untuk menghimpun kembali Umat islam untuk mengikuti jejak
Nabi saw. Dan menegakkan kembali kemurnian ajaran Islam, membersihkan tauhid
dari segala macam takhayul, bid`ah dan khurafat yang menjangkiti kehidupan Umat
Islam pada waktu itu. Perjuangan KH. Ahmad Dahlan mendapat banyak resistensi
dan banyak menimbulkan kontrofersi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat
sekitarnya. Berbagai fitnah, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepada
beliau, beliau dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam.
Ada yang menuduhnya sebagai kiai kafir, karena meniru bangsa Belanda yang
Kristen, dan berbagai macam tuduhan lain yang mengarah padanya. Bahkan ada pula
yang hendak membunuh beliau. Namun, berkat keteguhan beliau melanjutkan
cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air, rintangan-rintangan
tersebutpun mampu beliau hadapi dengan sabar.
Pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan Badan Hukun,
namun permohonan itu baru dikabulan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No.81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta, dan Muhammadiyah pun hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta
saja. Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan organisasi ini,
itulah sebabnya kegiatannya di batasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, di daerah lain di Jawa
berhasil berdiri cabang-cabang Muhammadiyah dengan menggunakan nama lain.
Gagasan Muhammadiyah disebarluaskan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mengadakan
dakwah dan Tabligh ke berbagai kota, dan ternyata mendapatkan sambutan yang
besar dari masyarakat di berbagai kota di Nusantara, Ulama-ulama dari berbagai
daerah berdatangan untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Makin lama,
Muhammadiyah terus berkembang. Oleh karena itu pada tanggal 7 Mei 1921,
KH.Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Nusantara, dan dikabulkan pada
tanggal 2 September 1921. Pada tahun 1914, KH. Ahmad Dahlan bersama istrinya,
Nyai Siti Walidah, juga mendirikan sebuah Organisasi kewanitaan Muhammadiyah
dengan nama “Sopo Tresno” yang kemudian berubah namanya menjadi “Aisyiah”.
Disamping sebagai tokoh dan Ulama yang terkemuka, KH. Ahmad
Dahlan adalah juga seorang wirausahawan yang sukses dengan berdagang batik.
Tak berapa lama setelah KH. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, 11 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, beliau
wafat dan dimakamkan di Karangkajen Yogyakarta. Beliau selalu berpesan, dan
pesan ini selalu diulang-ulang sepanjang hidup beliau; “Hidup-hidupilah
Muhammadiyah, jangan mencari hidup dari Muhammadiyah.”
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran
bangsa ini melalui gerakan pembaharuan Islam dan pendidikan, maka pemerintah
Republik Indonesia menetapkan beliau sebagai Pahlawan Nasional, dengan Surat
Keputusan Presiden No.657 tahun 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar