Tahun 2011, United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) melakukan sebuah penelitian mengenai literasi di Indonesia dan menyebutkan bahwa indeks minat baca masyarakat Indonesia yaitu 0,001 persen, yang artinya bahwa dari 1000 orang Indonesia, hanya satu yang memiliki minat yang baik dalam hal membaca buku (harian.analisadaily.com, 23 April 2016).
Tahun 2016, hasil studi Most Littered Nation in The World yang dilakukan oleh Central Connecticut State University juga merilis hasil pemeringkatan literasi dunia yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara. Persis berada dibawah Thailand dan diatas Botswana (Jawa Pos, Jumat, 21 April 2017).
Tahun 2016, hasil studi Most Littered Nation in The World yang dilakukan oleh Central Connecticut State University juga merilis hasil pemeringkatan literasi dunia yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara. Persis berada dibawah Thailand dan diatas Botswana (Jawa Pos, Jumat, 21 April 2017).
Juga, seperti dilansir regional.kompas.com, 28 April 2016, Kepala Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Titik Kismiati mengungkapkan bahwa minat baca penduduk Indonesia sangat rendah. Merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, sebanyak 91,58 persen penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi dan hanya sekitar 17,58 persen saja penduduk Indonesia yang gemar membaca buku, surat kabar, atau majalah. Tahun 2015, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) juga melakukan sebuah kajian. Hasilnya, indeks minat baca masyarakat juga menunjukkan angka 25,1 yang menurut standar PNRI, angka tersebut menunjukkan kategori rendah (regional.kompas.com, 28 April 2016).
Minat atau budaya baca, khususnya membaca buku masyarakat yang begitu rendah tersebut, terutama terjadi pada daerah-daerah pelosok dan daerah-daerah perbatasan yang merupakan wilayah terluar dari wilayah negara Indonesia yang tidak jarang memang kesulitan mendapatkan akses terhadap literasi. Di Papua, misalnya. Sebuah data menyebutkan, sekitar 30% siswa di Papua ternyata belum bisa membaca dan hanya 17% dari siswa yang bisa membaca di Papua mengerti dan mampu memahami apa yang mereka baca (Jawa Pos, Senin, 9 Mei 2017).
Hal-hal tersebut cukup memberi gambaran kepada kita bahwa masyarakat Indonesia belum cukup “akrab” dengan aktivitas membaca buku.
Pada akhir April 2017, saya dan istri melakukan sebuah perjalanan dari Surabaya menuju Yogyakarta menggunakan kereta api. Kereta api yang kami tumpangi dijadwalkan berangkat dari Surabaya pada pukul 07.30 namun kami telah sampai di stasiun kurang lebih satu setengah jam lebih awal yaitu sekitar pukul 6 pagi. Artinya kami memiliki waktu kurang lebih satu setengah jam untuk menunggu keberangkatan kereta. Untuk memanfaatkan waktu menunggu yang cukup lama tersebut, saya gunakan untuk membaca sebuah buku yang sengaja saya siapkan dan bawa dari rumah.
Sepanjang waktu kami menunggu, sembari sesekali bercakap-cakap ringan dengan istri saya dan juga sembari sesekali melakukan aktivitas ringan lainnya, ketika petugas stasiun mulai menginstruksikan kepada para calon penumpang yang menunggu di ruang tunggu boarding pass untuk melakukan proses boarding pass dan mempersilahkan para calon penumpang masuk ke ruang tunggu keberangkatan melalui pengeras suara, saya segera mengakhiri aktivitas membaca saya dengan memindahkan pembatas halaman buku saya dan tanpa terasa saya telah membaca lebih dari 40 halaman buku yang saya bawa.
Sepanjang waktu kami menunggu, sembari sesekali bercakap-cakap ringan dengan istri saya dan juga sembari sesekali melakukan aktivitas ringan lainnya, ketika petugas stasiun mulai menginstruksikan kepada para calon penumpang yang menunggu di ruang tunggu boarding pass untuk melakukan proses boarding pass dan mempersilahkan para calon penumpang masuk ke ruang tunggu keberangkatan melalui pengeras suara, saya segera mengakhiri aktivitas membaca saya dengan memindahkan pembatas halaman buku saya dan tanpa terasa saya telah membaca lebih dari 40 halaman buku yang saya bawa.
Yang kurang menggembirakan bagi saya adalah bahwa sepanjang saya dan istri menunggu di ruang tunggu sebelum boarding pass, yang juga penuh dengan calon penumpang lainnya yang juga menunggu disana, saya tidak melihat ada satu orang pun yang membaca atau terlihat membawa buku disana. Tidak seorang pun, kecuali buku yang saya bawa. Alih-alih, hampir semua yang menunggu disana memfokuskan aktivitasnya kepada gadged yang mereka bawa. Baru setelah kami melakukan proses boarding pass dan memasuki ruang tunggu keberangkatan, saya melihat seorang yang tengah menunggu keberangkatan disana yang sedang membaca buku dan itupun seorang bule. Entah bule tersebut seorang yang mukim atau seorang turis, juga entah buku apa yang ia baca, saya tidak mengamati lebih dekat.
Saya sengaja mengamati hal tersebut dan bukan hanya dalam kesempatan perjalanan kali ini saya mengamatinya. Hampir setiap kali saya melakukan perjalanan, baik melalui stasiun, terminal, dan lain sebagainya, bahkan beberapa kali saya mengamati aktivitas menunggu di bandara, masyarakat kita belum akrab dengan yang namanya aktivitas membaca, khususnya membaca buku, dan lebih akrab dan lebih menonjol sebagai smartphone ataupun gadged "user". Keadaan tersebut hampir selalu terjadi.
Pada dasarnya, bagi setiap orang yang bisa baca-tulis, aktivitas membaca telah mereka lakukan di sepanjang waktu, baik secara sadar maupun tanpa sadar. Kita melihat simbol-simbol atau membaca rambu-rambu di jalan-jalan raya, membaca iklan-iklan pada papan reklame, menu makanan di rumah makan, katalog belanja, label produk di toko-toko, serta lain sebagainya, termasuk juga ketika membaca pesan di handphone ataupun membaca posting di media sosial, itu semua merupakan wujud dari aktivitas membaca.
Meskipun memang, aktivitas membaca tersebut cenderung dangkal dan hanya dalam jangka waktu yang singkat serta tidak membutuhkan perhatian yang mendalam. Namun ada saatnya kita juga perlu melakukan aktivitas membaca dengan intensitas dan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dengan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, seperti mencermati artikel dalam sebuah makalah, mengkaji suatu materi dalam sebuah jurnal, atau membaca sebuah buku. Kebiasaan masyarakat dalam melakukan aktivitas membaca secara mendalam inilah yang kita sebut sebagai “budaya baca”.
Hari Buku Nasional diperingati pada setiap tanggal 17 Mei yang merupakan ide Menteri Pendidikan era Kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fadjar, pada 2002 lalu. Hari Buku Nasional ini juga bertepatan dengan peringatan pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas/PNRI) di Jakarta, pada 17 Mei 1980.
Diantara tujuan dicanangkannya Hari Buku Nasional ini adalah bahwa dengan diperingatinya Hari Buku Nasional di setiap tahunnya, diharapkan dapat memacu minat baca masyarakat secara nasional. Namun hingga saat ini, tampaknya buku belum benar-benar me-nasional.
Selamat Hari Buku Nasional, Sahabat! Ayo membaca buku! Ayo tularkan kegemaran kita membaca buku! Dan, ayo turut ambil bagian dalam me-nasionalkan buku!
Baca artikel lainnya
Meskipun memang, aktivitas membaca tersebut cenderung dangkal dan hanya dalam jangka waktu yang singkat serta tidak membutuhkan perhatian yang mendalam. Namun ada saatnya kita juga perlu melakukan aktivitas membaca dengan intensitas dan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dengan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, seperti mencermati artikel dalam sebuah makalah, mengkaji suatu materi dalam sebuah jurnal, atau membaca sebuah buku. Kebiasaan masyarakat dalam melakukan aktivitas membaca secara mendalam inilah yang kita sebut sebagai “budaya baca”.
Hari Buku Nasional diperingati pada setiap tanggal 17 Mei yang merupakan ide Menteri Pendidikan era Kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fadjar, pada 2002 lalu. Hari Buku Nasional ini juga bertepatan dengan peringatan pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas/PNRI) di Jakarta, pada 17 Mei 1980.
Diantara tujuan dicanangkannya Hari Buku Nasional ini adalah bahwa dengan diperingatinya Hari Buku Nasional di setiap tahunnya, diharapkan dapat memacu minat baca masyarakat secara nasional. Namun hingga saat ini, tampaknya buku belum benar-benar me-nasional.
Selamat Hari Buku Nasional, Sahabat! Ayo membaca buku! Ayo tularkan kegemaran kita membaca buku! Dan, ayo turut ambil bagian dalam me-nasionalkan buku!
Baca artikel lainnya
joss!!!
BalasHapus:) :) :)
BalasHapus